Kampus

Reminiscing: Two Apart Become Unite

Banyak temen2 yang nanyain bagaimana kisah cintaku sama suamiku sampai bisa menikah. Mungkin beberapa pertanyaan awal dari mereka kaya begini: “Kok bisa kenal sama mas Ganjar, emang kenal dimana?” atau “Suamimu temen apa sama kamu Sat sebelum nikah?” atau “Sat, suamimu dulu kuliah di IPB yah, dan kamu ketemu sama dia di IPB juga?” atau “Gimana sih cerita kamu sama suamimu sampai akhirnya nikah?” Itu sih beberapa generalisasi pertanyaan kebanyakan orang yang penasaran kisah aku sama suamiku sebelum nikah.

So, aku mau reminiscing aja di blog ini gimana sih perjalananku sampai akhirnya menikah sama suamiku. Tapi klo cuma bicara kenal dari sebelum nikah sampai ke hari pernikahan sebenernya enggak epic2 amat sih, untuk dijadiin cerita sinetron gak seru kayaknya. Soalnya tuh aku dari komitmen untuk menikah sampai pada tanggal pernikahan hanya berjalan 3 bulan aja, gak ada sesuatu yang drama and romantic kecuali kisah persiapan pernikahan yang semua kami urus berdua tanpa mau merepotkan orang2 tua kami. Etapi ya namanya orang tua yah, mana mau duduk ongkang2 kaki dihadapkan depan mata sama perhelatan akbar pernikahan anaknya, tetep aja mereka bantu2 mulai dari merekomendasikan paket catering yang terbukti ciamik menurut mereka sampe bantu doa 🙂 But their pray are meaning so much to us.

Nah jadi begini ceritanya, aku memang kuliah di IPB angkatan 2002 , dan suamiku pun sama mahasiswa IPB pada angkaan yang sama pula denganku, yang klo di IPB nyebutnya angkatan berdasarkan ulang tahunnya IPB bukan berdasarkan tahun masuk mahasiswa, jadi untuk tahun masuk kami 2002 disebutnya angkatan 39. Di IPB aku dan suamiku bener2 dua individu mahasiswa yang tidak saling mengenal, bahkan kami gak tau apakah selama 4,5 tahun masa perkuliahan kami di Bogor, pernah saling bertemu selintas aja ketemu gitu berpapasan di jalan, Wallahu’alam kami gak tau sama sekali. Sebenernya sih aku penasaran banget apakah selama kuliah di IPB yang kami sama2 menghabiskan sekitar 3 tahun di tempat yang sama di Dramaga, apa pernah sih aku ketemu sama suamiku, klo ada video rekamannya di pundakku misalnya pengen deh aku puter cuma sekedar pengen liat apa dulu sempet kami dipertemukan walau sedetik? hehehe 😛

Suamiku masuk IPB di fakultas Perikanan lewat jalur PMDK dan sementara aku masuk di fakultas MIPA lewat jalur SPMB, selama masa awal2 kuliah namanya masa Tahap Pendidikan Bersama (TPB) seluruh mahasiswa IPB diwajibkan tinggal di asrama baik siswa matrikulasi PMDK yang lebih duluan masuk maupun siswa baru SPMB yang belakangan masuk kaya aku ini. Asrama IPB diwajibkan kepada mahasiswa selama setahun TPB baru pada angkatan 39 ini, jadi kami perdana menghuni gedung asrama yang baru kelar dibangun juga. Asrama putra dan putri terpisah cukup jauh walaupun sama2 dalam lingkungan kampus IPB Dramaga. Klo untuk aku yang tinggal di Jakarta dengan adanya kewajiban stay di asrama ini sangat membantu, jadi aku udah gak usah repot2 lagi nyari kost2an di Bogor untuk setahun pertama, tapi klo bagi suamiku dan temen2 lain yang domisilinya di Bogor, kewajiban ini kayanya memberatkan dan mubazir deh soalnya kan buat apa mereka bayar asrama sementara sebenernya rumah mereka bisa dilaju dari kampus. Tapi ya namanya peraturan harus tetep dipatuhi jadi buat yang berdomisili di Bogor mereka tetep harus bayar uang asrama selama setahun, walaupun kenyataannya banyak juga yang jarang tidur di asrama, ya iyalah ya dimana-mana juga enakan tinggal di rumah sendiri, makan gratis, bisa nonton TV sepuasnya, dan bisa manja2an sama ortu, dibanding tinggal di asrama makan kudu beli  dan segabruk peraturan. Di asrama tuh barang2 elektronik yang harus pake listrik is not allowed such as TV, radio, notebook, even water heater, ya Tuhan can you imaging how was my life in there Yes it was quite boring. TV cuma ada 2 yaitu di ruang kantin yang klo nonton udah kaya lagi maen layangan leher kudu ngedangak soalnya TVnya udah kecil dan digantung di tembok atas pula, dan di lantai 2 yang klo nonton musti ngantri. Omagah aku sih ogah deh berpegel2 leher dan ngantri buat nonton TV di ruangan rame dan yang nonton segabruk, jadi gak bisa pilih chanel seenak kita. Terus sekamar ukuran 4×3 meter diisi sama 3-4 mahasiswa jadi pake 2 kasur tingkat gitu, berhubung aku anak SPMB kan datengnya belakangan jadi yah masuk2 ke kamar asrama udah dihuni 3 orang dan aku kebagian kasur yang di atas, ya mo gimana lagi terima nasib aja deh dan jadi anak baru biar gak dipelonco sama temen kamar ya kudu bersikap nrimo. Belom lagi cerita2 mistis yang membumbui kehidupan di asrama, waaah klo yang ini skip aja deh ya. Tapi justru ini yang membuat rumahtanggaku seru soalnya bisa tuker cerita pengalaman masing2 di IPB, juga saling croscek tau gak sih dulu tentang cerita2 serem yang sempet menghebohkan di IPB pada angkatan kami.  Errrr….ini ko jadi kepanjangan cerita kisah di IPBnya, hahaha 😀

Long story short, aku baru tau juga klo ternyata aku diwisuda bersamaan dengan hari diwisudanya suamiku juga loh yaitu tanggal 13 Juni 2007, and again aku penasaran apakah hari itu aku bersama ratusan wisudawan lain yang dikumpulin di gedung Graha Widya Wisuda (GWW) IPB pernah sekali aja ketemu berpapasan sama the-one-in-a-million-man itu? Ah lagi-lagi andai aja di jidatku (eh atau di pundak ya, ah whereever-lah) ada kamera yang bisa merekam moment itu 😀 Tapi klo kata Maudi Ayundya walaupun gak ada kamera yang bisa memutarkan rekaman selama aku kuliah di IPB, tapi di kepala kami pasti ada radar yang bisa saling menerima sinyal cinta suci kami beberapa tahun kemudian, buktinya Qadar Allah mempersatukan kami sekarang walaupun di IPB kami entah pernah ketemu apa enggak, cie..cieeee 😀 Lanjut kisahnya setelah diwisuda barengan walaupun mungkin gak ketemuan, kami dua individu tidak saling kenal yang terpisah dimensi jarak dan waktu ini melamar kerja di perusahaan yang sama tentunya gak pake janjian, ya iyalah ngana pikir jo janjian lewat telepati. Jadi ceritanya kami ditakdirkan Allah bertemu di perusahaan yang sama tahun 2007, walaupun aku dipanggil HRD dan masuk duluan, kami masuk cuma beda sebulan doang. Kita beda intake tapi lagi-lagi namanya Qadarullah siapa yang tau yah, kita ditempatin di divisi yang sama loh. Nah dari situlah aku mengenal pria baik hati itu sebagai rekan kerja, pria itu yang sekarang jadi suamiku. Selama 3 tahun berjalan, kami menjalani kehidupan kami seperti biasa Business As Usual, dinamika kehidupan orang kantoran kami jalani sebagai rekan kerja biasa. Kami sempat menjadi teman satu team Quality Control, dan suamiku itu kind of nice person, ditengah pressure deadline delivery time team kami yang membuat tingkat kestressan setiap anggota team meningkat suamiku dengan ketenangan jiwanya bisa memberi advice kepada semua anggota team lain sehingga menjadi lebih tenang. Kami pernah juga sama2 overtime sampai 36 jam loh di kantor, dan semua itu sekarang kami kenang sebagai fun memory.

Sampai pada saatnya alert di kepalaku berbunyi, tahun 2009 adalah deadlineku untuk menikah karena Desember tahun 2009 usiaku udah 25 tahun, dan aku punya target pribadi menikah pada usia maksimal 25 tahun, tapi sementara pada saat itu aku belum punya calon suami, mungkin saking keenakannya nyari duit :P. May day..may day..may day S.O.S I need backup hahaha 😀 Soalnya ortuku juga udah nanya2in sih “nduk kamu bentar lagi udah mau 25 tahun loh, mana calonmu ko gak ada laki-laki yang dikenalin ke mamah? Mamah aja umur 23 udah punya anak satu loh, jangan keasyikan kerja loh nduk, inget umur, kamu itu perempuan jangan kelamaan” Towew..wew..wew.. Haduh mamaaah tolong jodohin aku aja deh!!! Etapi ternyata ortuku termasuk orangtua yang gak mau menjodoh2kan anaknya, walaupun udah aku minta tapi mamahku menolak untuk nyariin aku jodoh loh…hahaha Rasain kamu Sat, harus nyari sendiri 😛

Semua bermuara pada air mata rengekkanku pada Allah Azza wa Jalla, bahwa aku memohon atas jodoh yang terbaik dariNya, jika memang jodoh itu sudah dekat dariku permudahlah aku bertemu dengannya. Demi Allah pencarianku atas jodohku aku serahkan sepenuhnya kepada Allah, karena saat itu aku belom ada pilihan calon suami siapapun. Dan alhamdulillaah Allah jawab dengan tunai semua doa dan permohonanku padaNya, ealaaa ujug2 suamiku itu di jam istirahat kantor menanyakan langsung kepadaku apakah aku sudah siap menikah? Pertanyaan yang terus terang mudah dengan mantap aku jawab “siap”, tapi ternyata bikin aku gelagapan juga klo ditanya langsung oleh pria yang belum “dekat” samasekali denganku dan dia pure rekan kerjaku (ih ge-er deh aku, kenapa juga harus deg-degan orang dia cuma nanya kesiapan ko bukan ngelamar wakaka :P). Tapi alhamdulillah bisa kujawab dengan mantab saat itu, “insyaAllah saya siap lahir batin untuk menikah“…cie..cie..Sasat 🙂 Eterus dia nanyanya berlanjut via SMS, pada saat itu suamiku mengajukan beberapa pertanyaan yang sebenernya aku bingung ko tiba2 dia lewat SMS nanya macem2 yang pertanyaannya gak mudah aku jawab, tapi ternyata insyaAllah jawaban2ku itulah yang membawa kemantapan hatinya memilihku sebagai calon istrinya. Suamiku pada saat itu menanyakan beberapa pertanyaan lanjutan setelah kesiapanku untuk menikah, kayak gini:

1. Menurutmu apa arti pernikahan, dan untuk apa pernikahan itu bagimu?

2. Apakah kamu tau apakah kewajiban dan hak seorang istri dan suami dalam Islam?

3. Bagimana peranan orangtua terhadap anaknya menurut Islam?

4. Menikahkan 2 keluarga, ketika 2 individu menikah bagaimana menurutmu?

Itu pertanyaan2nya, udah kaya soal UAS di KUA kan yaaa???? 😛 Suamiku menanyakan semua pertanyaan itu dalam rangka penseleksian calon dan memantapkan hatinya, karena ternyata dia juga punya target yang sama denganku, menikah pada umur 25 tahun. Dan ternyata jawaban2ku yang merupakan juga prinsipku, click dengannya dan meyakinkan suamiku untuk mengajak ta’aruf menuju pernikahan, tentunya dimantapkan lagi dengan istikharah kami berdua. Aku mengiyakan komitmen ta’aruf kami setelah meminta persetujuan ortuku terlebih dahulu, itu juga menjadi point plus satu lagi di mata suamiku pada waktu itu, bahwa aku gak langsung mengiyakan tapi menanyakan dulu kepada ortuku tentang persetujuan mereka. Tentu aja pada saat itu ortuku menanyakan siapa gerangan laki-laki yang berani mengajak nikah anaknya ini, orang suku mana, pendidikannya apa, kerja dimana? Klo pertanyaan2 umum gitu sih aku bisa jawabnya, nah klo ortuku udah menanyakan: “lah hati kamu sendiri bagaimana nduk, opo kamu tresno karo de’e?” Aku bingung menjawabnya, tapi pastinya ortuku perlu diyakinkan sama anaknya kan yah, masa iya klo anaknya gak suka ortu ngizinin menikahi anaknya, ya akunya dengan memohon petunjuk dari Allah meminta ketetapan hati, jika dia jodoh terbaiku dariMu ya Allah tolong beri aku kematapan hati. Dan kemudian ternyata aku sanggup bilang sama ortuku bahwa aku mau dinikahi oleh laki-laki ini. Ya sudah, kemudian aku jawab ke suamiku: “Bismillah, dengan restu orangtuaku juga iya insyaAllah aku mau berta’aruf untuk menikah denganmu“. Langsung dia bales SMS ku: “Alhamdulillah, insyaAllah besok saya mau ketemu orang tuamu, bisa minta alamatmu dan dipandu ya saya naik angkot apa aja biar bisa sampai rumahmu“. Hatiku dag dig dug gak karuan loh pada saat itu, waah beneran nih dia mau langsung ngomong sm ortuku?! Terjadilah hari itu, ketika suamiku dengan gentle bertemu ortuku dan setelah memperkenalkan diri dan ngobrol2 dengan bapakku dia mengutarakan maksudnya datang ke rumah bahwa dia, mau serius menikahi anaknya. Dan Alhamdulillah bapakku yang sudah tau sebelumnya bahwa ada seorang laki2 temen kerja anaknya yang mau serius ta’aruf untuk menikahinya, langsung menyetujui maksud baik suamiku pada saat itu. Nah setelah pengkhitbahan itu, dia memberikan aku buku tuebel banget untuk aku khatamin baca, judul bukunya Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa (Panduan Nikah Lengkap dari A sampai Z) penulisnya Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, ya Salaam tuh buku tebelnya kira-kira 2000 halaman dan harus aku khatamin dalam waktu 3 bulan saja, PR banget gak sih? Suamiiii ini semua demi kamu nih…

Lalu terus kami menyamakan persepsi acara pernikahan yang akan kami jalanin nanti kaya bagaimana, mikirin kapan tanggal pernikahannya dan estimasi waktu pengurusan tektekbengeknya, mulai dari kapan lamaran resmi keluarga besar dia ke keluarga besarku, pengurusan adinistratif di KUA, cari gedung, cari paketan catering, undangan, souvenir, food test, fitting baju nikah, ketemuan sama MC, konsep acara, penginapan keluarga besar suami di Jakarta, dll. Hal ini ternyata gak mudah dilalui adakala ditengah pressure kerjaan kami berdua kami harus mengurus tektekbengek pernikahan kami all by ourselves, kadang memicu pertengkaran2 kecil karena perselisihan pendapat mengenai masalah teknis acara pernikahan. Kami berdua pada saat itu sepakat bahwa pernikahan kami insyaAllah menjadi pernikahan pertama dan terkahir seumur hidup, jadi kami ingin berlangsung sederhana, khidmat karena Allah, tidak memaksakan kemampuan kami, tapi juga harus jadi unforgetable wedding memory all  the time, jadi yah harus yang berkesanlah jadi raja dan ratu selama 5 jam hihihi 😀 Kami pengen menikah di rumah Allah, yaitu Masjid instead di gedung dan mengundang handai tolan semampu kami mengundang tanpa terkecuali. Awalnya aku keukeuh mau di Masjid Pondok Indah si masjid biru impianku semenjak dulu, tapi kerena beberapa pertimbangan dan diskusi dengan pihak keluarga, akhirnya kami memutuskan untuk tidak melangsungkan pernikahan di Masjid Pondok Indah yang klo secara jarak sih kepleset dari rumahku juga udah nyampe. Selang 1,5 bulan dia mengkhitbahku secara pribadi ke bapakku, keluarga besarnya datang ke Jakarta untuk dengan resmi meminangku dan memberikanku cincin tanda ikatan aku sudah dipinang dia, gak cuma cincin pada saat acara lamaran juga dateng barang2 seserahan yang banyaaaaaak, hehehe bahagianya hatiku ini 😛

Tiba hari dimana kami memutuskan untuk menikah yaitu Ahad, tanggal 8 November 2009, di Masjid Jami’ Daarul Adzkaar, Cilandak. Tapi sebelumnya suamiku keterima kerja di perusahaan lain yang lebih relevan di bidangnya yaitu perusahaan di bidang kelautan dan perikanan, jadi agak-agak ribet juga ngurus pernikahan sambil dia baru pindah kerja. Semua itu kita jalanin dengan stressed but happy, karena mikirnya udah pas pernikahan berlangsung aja klo mau dipikiran keribetan ngurus acaranya sih deuh bakalan kapok, hahaha ya harus kapok lah menikah cukup sekali aja kan yah suami??? 🙂 Alhamdulillah acara pernikahan kami mulai dari akad sampai resepsi berjalan lancar. Cateringnya oke punya deh, makasih banyak yah Alfinatin Catering atas excellent catering servicesnya, makanannya endeus dan yang terpenting gak ada yang kekurangan makanan dan bahkan alhamdulillah berlebih sampai bisa di bawa pulang untuk para undangan yang datengnya ke rumah bukan ke gedung. Sepaket dengan Alfinatin Catering, adalah Thalita Wedding Makeup dan Cokelat Photo Studio yang dua2nya jempol deh, make upnya excellent periasnya langsung si empunya yaitu ibu Helina yang sabaaaaar banget dan komunikatif merias pengantin sesuai maunya si pengantin, yang aku tuh adalah pengantin cerewet banget bak suketi 😛 Mengenai makeup aku gak mau keliatan menor tapi mau tetep keliatan beautiful dan elegant, and  Alhamdulillah menurutku it was happened 😀

Awal2 pernikahan kami bukan tanpa cobaan, aku diberikan cobaan keguguran diusia kandungan pertamaku 5 minggu, alhamdulillah tidak harus dikuret. Tapi Allah yang maha baik, memberikan gantinya langsung tanpa haid lagi aku langsung hamil yang kedua. Aku memutuskan untuk resign dari kantorku tepat di masa kerjaku 3 tahun yaitu Juli 2010 ketika usia kandunganku 5 bulan 😀  Aku resign demi calon babyku soalnya aku takut babyku kebawa stress ketika beban kerjaku sedang overload. Terus terang abis pernikahan kami gak bisa honeymoon, karena suamiku belom bisa cuti, tapi Alhamdulillah Allah menggantinya jadi babymoon ke pulau Karimunjawa, Jawa Tengah di saat usia kandungan keduaku 6 bulan. Subhanallaah pulau Karimujawa itu virgin beautiful island yah, dan kami puas bisa babymoon kesana, walaupun dengan perut besar aku masih bisa snorkling dan islands trip. Lalu seperti yang udah aku ceritain di postingan ini, aku sangat menikmati peran sebagai full at home mom, mengurus baby tiada bandingan kenikmatannya, syurgaaaa dunia 🙂

And now, Allah mengganti rasa penasaran aku dulu semasa kuliah S1 dengan sekarang kuliah S2 bersama seorang kekasih, walaupun kebersamaan kami di kampus cuma sebentar, soalnya suami udah setahun lebih awal kuliahnya, jadi sekitar 4 bulanan deh kami bersama di kampus sebagai sepasang kekasih 😀 Dan resumenya nih, sebenernya pada awalnya kami dua individu yang jauh dimata dekat dihati, hanya dimensi jarak dan waktu yang memisahkan kami tetapi di Lauhul Mahfudz insyaAllah kami sudah tercatat sebagai sepasang hamba Allah yang saling melengkapi dan mencintai Fillah. Alhamdulillah Allah pertemukan cinta suci kami di perjanjian suci Mitsaqan Ghaliza yaitu pernikahan, semoga cinta ini bermuara di Raudhatul JannahNya bersama buah2 cinta kami, Aamiin.

PS: foto2 menyusul yah, soalnya lagi sibuk belajar untuk UAS d’oh. Eh sekalian deh mohon doanya supaya Allah berikan aku kemudahan dan kelancaran dalam mengerjakan soal2 ujian dan semoga  Allah beri nilai2 ujianku yang bagus2 ya 🙂

Categories: Family, Husband, Kampus, Kuliah, Life, Love, Review, Wedding, Wife, Wisuda | Leave a comment

One is done, and insyaAllah my turn will coming soon.

Alhamdulillaah, wisuda suamiku berjalan lancarrr jaya walaupun bawa krucil…

Alhamdulillah, akhirnya salah satu dari 2 mahasiswa di rumah udah selesai masa studi pasca sarjananya, tinggal satu lagi insyaAllah aku segera menyusul. Yaa Allah duhai Tuhan yang Maha Baik, hamba mohon lancarkanlah studi S2 hamba, agar segera bisa mengikuti jejak suami hamba lulus dan diwisuda, aamiin. Can I get a bunch of aamiins, pleaseee??! 😀  Jadi si Ufa sedikit berkurang bebannya ditengah pressure mom and dadtudentnya, sabar yah nak insyaAllah kami lakukan ini juga untuk kamu kelak 😀

Temen-temen sekelas aku udah pada tau dari jaman aku baru masuk kuliah klo suami aku juga mahasiswa di UNHAN tapi beda cohort. Abah senior satu tingkat di atas aku tapi kami beda program studi, suamiku ambil prodi Defence Economic sementara aku ambil Disaster Management for National Security. Ada plus minusnya juga nih berseniorkan suami sendiri.

Plusnya: aku banyak lebih duluan tau informasi-informasi seputar kampus dan perkuliahan, bisa pinjem buku yang mata kuliahnya sama (tapi sayangnya cuma dikit yang sama), dikenalin sama dosen-dosen yang deket sama suami bisa berangkat dan pulang bareng-bareng suami, makan siang bareng suami, even bisa nyuri-nyuri waktu buat ngedate after school macam abegeh wkakaka 😀 *sungkem sama mamah dirumah*

Minusnya: jreng-jreng siap-siap deh diceng2in sama temen2 sekelas kita berdua, baik sekelasku maupun sekelas suamiku. Sekarang sih aku sudah tahan mental, klo awal-awal dulu ya ampyun aku sempet malu-malu meong klo ada yang bilang: cie, sekarang bisa pacaran dong yah tanpa diganggu Ufa? or Wah ini percakapan dirumah pasti tentang pertahanan RI! or Mana sikecilnya ko gak dibawa ke kampus? trus aku jawab aja: ya ngana pikir jo kuliah sambil menyusui gitu? Hah?! Hah?! *tapi jawabnya di dalem hati* 😛 and so on and so on deh ledekannya.

Tapi sekarang alhamdulillah stress kita sudah berkurang satu karena suamiku udah LULUS sodarah-sodarah!!! yeaaaayy…. Duh sujud syukur banget deh untuk karunia Allah yang satu ini, suamiku tinggal mengamalkan ilmu agar menjadi ilmu yang bermanfaat, aamiin. Dan sekarang pressure di aku yang harus lulus tahun 2013 ini inyaAllah, mohon doanya yah temen-temen.

Lah ini mo ngomongin wisudaan, malah prolognya panjang bener yak..hehehe 😀

Jadi begini, kemaren itu tanggal 20 Februari 2013, suamiku di wisuda tempatnya di KEMHAN RI, di undangan sih jam 9 pagi, tapi katanya pak Menteri bisanya jam 4 sore terus pak menteri diknas gak bisa dateng digantikan sama pak MenPAN, jadi yah bawa krucil sore-sore ke acara wisudaan yang notabennya pan acara formal selama 4 jam pulak booo. Mulut udah komat-kamit berdoa supaya Ufa di dalem acara wisudaan gak rewel dan bikin heboh segedung, walaupun aku udah nyiapin plan B klo nanti Ufa rewel aku ya terpaksa hengkang keluar ruangan dan ngajak main dimana kek gitu biar dia tenang. Nah parahnya lagi ternyata Ufa demam sebelum berangkat ke acara, waduh hati udah kebat-kebit takut dia rewel karena gak enak badan. Tapi untung ada ibu mertua yang siap siaga menghibur Ufa dikala rewel, makasih ibu ^_^ Dan alhamdulillah selama acara Ufa gak rewel, walaupun gak bisa diem tenang gitu, ya kayanya sih mana ada toddler yang bisa diajak menikmati orasi bertema maritim security sejam nonstop gitu yah? 😀

Salah satu yang bikin Ufa betah diem di tempat duduk, karena kita udah siapin amunisi snack buat dia dan ada toddler 3 tahun di belakang bangku kita yang juga manis banget namanya Hillary 😀 mereka berdua maen ala-ala krucils malu-malu tapi mau gitu, dan berbagi snack, oh so sweet 😀 Terus ada lagi nih yang lucu, jadi om Ince dibooking sm suamiku untuk jadi phtographer diacara wisudaan ini, tapi si Ufa takut dan nangis setiap mau di foto Ince, makanya Ince akhirnya jauh-jauh dari Ufa biar gak nangis dan buat geger seruangan. Etapi ada cewe cantik berjilbab staffnya MenPAN namanya mba  Korry yang gemes dan suka ngeliat Ufa, dia foto-fotoin Ufa pake kamera SLRnya awalnya candid gitu, lama-lama Ufanya nyadar dan amazingnya Ufa gak takut samsek dan malahan menikmati di fotoin sama tante cantik itu sampe bergaya-gaya centil gitu, wah ini kayanya masalah muka photographernya deh om Ince… wkakakaka 😀 *digetok kamera SLR sama Ince*

Acaranya hikmad, bagus, dan aku mengandaikan klo aja aku yang duduk disalah satu tempat duduk wisudawan/wati pasti dunia terasa lebih indah 🙂 insyaAllah..insyaAllah Sat… 😀 Acaranya dimulai dari masuknya para wisudaan/wati, dan kemudian masuknya para guru besar disitu termasuk menteri Pertahanan RI Prof. Dr. Purnomo Yusgiantoro, Rektor UNHAN Dr. Subekti, Prof Leppi Tarmidji, Prof Sri Hartati, dll. Kemudian, semua orang yang hadir diruangan aula KEMENHAN RI itu disuruh berdiri untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, diikuti mengheningkan cipta, mars UNHAN, hymne UHNAN, dan tanah airku. Kemudian sambutan pak Menteri, pak Rektor, selanjutnya penobatan para wisudawan/wati, dilanjut sama orasi pak Kasal Dr. Marsetio, pembacaan  janji para wisudawan/wati, doa penutup, sampe pemberian selamat kepada para wisudawan/wati oleh pembesar-pembesar, yah kurleb begitulah highlight acaranya  sampe selesai.

Oke deh aku gak ngomong banyak-banyak lagi langsung kasih aja deh some pictures has been captured, here you go.

wisudaan abah

Dan ini hasil captured Ufa oleh mba Korry, mulai dari malu-malu sampe bergaya centil 🙂

ufa di jemur

Ya Allah, semoga ilmu yang kami dapatkan bermanfaat dan Engkau ridhoi segala cita-cita kami. Aamiin

Categories: Family, Husband, Kampus, Kuliah, Ufa, Wisuda | Tags: , , , , , | Leave a comment

Selingkung di kampus

Aku mau ngomongin tentang selingkung di kampus nih. Eits, jangan salah baca loh, ini SELINGKUNG bukan SELINGKUH, pake “NG” loh yah bukan pake “H” 😀

Mungkin sebelumnya, sedikit aku jelasin dulu apaan sih “selingkung” itu? Dulu sempet waktu kuliah matrikulasi awal, dikasih materi kuliah tentang penulisan ilmiah yang baik, jadi biar nanti waktu menyusun laporan ilmiah atau thesis mahasiswa/i sudah menguasai. Ada salah satu bahasan materi kuliah tentang si selingkung ini. Jadi secara terminologi menurut kamus bahasa Indonesia selingkung adalah : (1) sekeliling; sekitar: di ~ pekarangan itu ditanami pohon petai cina; (2) terbatas pada satu lingkungan: gaya.

Klo dalam penulisan, selingkung itu berarti gaya bahasa atau tata cara penulisan yang sesuai dengan lingkungan tempat dimana si penulis berada atau menargetkan tulisannya akan dibaca. Dalam bahasa Inggris, selingkung disebut style guide. Gaya penulisan jurnal bidang ilmu eksata akan berbeda dengan gaya penulisan ilmu sosial, humaniora, sastra, dan pastinya berbeda pula dengan gaya penulisan popular di media massa.

Nah, sekarang nih aku pengen ngomongin bukan gaya bahasa penulisan yah tapi lebih ke gaya bahasa verbal selingkungnya di lingkungan militer. Sebenernya sih kampus aku itu merupakan kampus umum di bidang pertahanan, bukan seperti kampus pertahanan khusus militer NDU (National Defence University) nya negara-negara lain, tetapi UNHAN ini masih mempertahankan kekhasan militernya di dalam kampus. Nah salah satu kekhasan yang pengen aku bahas disini tentang gaya bahasa informalnya (sometimes formal) dikalangan para organic yang jadinya bisa mempengaruhi para mahasiswa/i sipil seperti aku ini. Beberapa gaya bahasa selingkung militer digunakan dalam kampus seperti:

Mohon izin (klo bagi orang sipil bahasa yang biasanya digunakan: permisi)

Komandan atau hanya …Dan (panggilan formal untuk  bapak/ibu yang pangkat/jabatannya lebih tinggi)

Abang (digunakan untuk panggilan akrab pada senior yang terkadang lebih tinggi jabatannya)

Siap (klo bagi orang sipil bahasa yang biasanya digunakan: baik/OK)

Ulangi! (ini digunakan jika dalam berbicara formal kepada audience, seorang militer mengucapkan kekeliruan kata/kalimat sebelum membetulkan dengan kata/kalimat yang benar, biasanya disela dengan kata ulangi!, yang biasanya klo orang sipil gunakan adalah kata maaf)

Ummm apalagi yah? baru segini aja yang aku inget, nanti klo inget yang lain aku uppdate lagi deh postingan ini. Jadi klo dicontohin dalam percakapan adalah seperti ini:

# Selamat pagi, mohon izin komandan! atau Izin Dan, kami bermaksud…

#Siap komandan semua mahasiswa berjumlah 120 orang! atau Siap Dan

#…jika peraturan selama mengikuti perkuliahan mahasiswa wajib memakai daster ulangi dasi, maka seharusnya peraturan itu dipatuhi.

Yah kira-kira begitu deh contoh-contoh penggunaan kata-kata selingkung militer di kampus UNHAN. Ya wajar kali yah secara staf akademik, dosen, rektor, dan mahasiswanya kebanyakan kalangan militer jadi bahasa-bahasa begitu udah biasa untuk diucapkan. Masalahnya pada awalnya kata-kata itu  terasa gak lazim di telingaku, apalagi klo sampai digunakan dalam percakapanku gak kepikiran samasekali dan kayanya gak mungkin deh klo aku sampe ngikutin 😀 

Tapi kayanya jumawa deh buat aku berpikiran begitu soalnya ternyata aku pun ikut terkooptasi aja dong kakaaa 😀 Jadi tanpa sadar aku tuh sering klo lagi ngobrol sama suami, tiba-tiba ngomong “siap” atau “mohon izin” instead of “OK” atau “misi” hahaha 😀 Untungnya belom sampai tahap “Siap Dan” ke suamiku, bisa-bisa kaya ajudan rumah tangga deh eike 😛

Klo kata orang, jika kita berteman dengan tukang minyak wangi pasti kita ikutan jadi wangi, begitu juga gaya bahasa selingkung. Jadi aku wanti-wanti nih ya, jangan terlalu antipati atau jumawa terhadap suatu lingkungan, beware kamu akan terkooptasi, waspadalah!! waspadalah!! waspadalah!! 😀

Categories: Indonesia, Kampus, Kuliah | Tags: , | Leave a comment

Bicara Kampus

Sebenernya udah lama aku pengen cerita tentang kampus tempat aku kuliah pascasarjana, institusi pendidikan yang memberi aku beasiswa full. Kampus itu bernama Universitas Pertahanan Indonesia (UNHAN)/ Indonesia Defence University (IDU). UNHAN ini memang khusus sekolah pascasarjana di bidang pertahanan dan keamanan nasional, yang didirikan dua kementerian yaitu kementerian pendidikan dan kementerian pertahanan, dan didirikan tahun 2009 oleh presiden Soesilo Bambang Yudhoyono beserta 2 menteri dari dua kementerian tersebut. Untuk lebih detailnya tentang UNHAN/IDU ini bisa baca di link: situs resminya UNHAN aja yah.

Nih logo UNHAN:

LOGO UNHAN

Logo UNHAN

Wuiiih, gagah kan logonya?! Sedikit membangkitkan jiwa Nasionalisme kan, ditengah langkanya rasa cinta tanah air pada sebagian besar pemuda Indonesia. Aku sih sangat merekomendasikan sekolah ini untuk para pemuda  daripada sekolah SESKO2an yang enggak boleh untuk orang sipil dan di Indonesia kan belom ada Wamil.

Aku sih gak akan nulis panjang lebar yang resmi-resmi tentang UNHAN, intinya ini kampus semua program studinya bersangkutpaut dengan pertahanan dan keamanan nasional, seperti prodi yang aku jalanin sekarang ini, manajemen bencana untuk keamanan nasional. Sebenarnya aku pilih prodi ini karena basic S1 aku meteorologi dan geofisika, where is aku belajar tentang dinamika atmosfer termasuk di dalamnya fenomena hidrometeorologi yang bisa menyebabkan risiko bencana, seperti yang sekarang sedang terjadi yaitu bencana banjir di Jakarta *prihatin* 😦

Yah aku merasa beruntung banget bisa berkesempatan sekolah pasca disini, semoga ilmu yang aku dapet bisa bermanfaat. Aamiin

Campus' caputures

Campus’ captures

Categories: Kampus, Kuliah | Tags: , , | Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.